Imam Syafi'i, begitulah orang-orang menyebut dan mengenal nama ini, begitu lekat
di dalam hati, setelah nama-nama seperti Khulafaur Rasyidin. Namun sangat
disayangkan, orang-orang mengenal Imam Syafi'i hanya dalam kapasitasnya sebagai
ahli fiqih. Padahal beliau adalah tokoh Ahlus Sunnah wal Jama'ah dengan multi
keahlian. Karena itu ketika memasuki Baghdad, beliau dijuluki Nashirul Hadits
(pembela hadits). (Al-Majmu', Syarhul Muhazzab, 1/10). Imam Adz-Dzahabi
menjuluki beliau dengan sebutan Nashirus Sunnah (pembela sunnah) dan salah
seorang mujaddid (pembaharu) pada abad kedua hijriyah. (Siar A'lam, 10/5-6;46
dan Tadzkiratul Huffazh, 1/361).
Dalam hal aqidah, Imam Syafi'i
memiliki wasiat yang sangat berharga.
Muhammad bin Ali bin Shabbah
Al-Baldani berkata: "Inilah wasiat Imam Syafi'i yang diberikan kepada para
sahabatnya,
'Hendaklah Anda bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak
disembah selain Allah Yang Maha Satu, yang tiada sekutu bagiNya. Dan
sesungguhnya Muhammad bin Abdillah adalah hamba dan RasulNya. Kami tidak
membedakan para rasul antara satu dengan yang lain. Sesungguhnya shalatku,
ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah semata, Tuhan semesta alam yang
tiada bersekutu dengan sesuatu pun. Untuk itulah aku diperintah, dan saya
termasuk golongan orang yang menyerahkan diri kepadaNya. Sesungguhnya Allah
membangkitkan orang dari kubur dan sesungguhnya Surga itu haq, Neraka itu haq,
adzab Neraka itu haq, hisab itu haq dan timbangan amal serta jembatan itu haq
dan benar adanya. Allah subhanahu wa ta'ala membalas hambaNya sesuai dengan amal
perbuatannya. Di atas keyakinan ini aku hidup dan mati, dan dibangkitkan lagi
Insya Allah. Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah kalam Allah, bukan makhluk
ciptaanNya.
Sesungguhnya Allah di hari akhir nanti akan dilihat oleh
orang-orang mukmin dengan mata telanjang, jelas, terang tanpa ada suatu
penghalang, dan mereka mendengar firmanNya, sedangkan Dia berada di atas 'Arsy.
Sesungguhnya takdir, baik buruknya adalah berasal dari Allah Yang Maha Perkasa
dan Agung. Tidak terjadi sesuatu kecuali apa yang Allah kehendaki dan Dia
tetapkan dalam qadha' qadarNya.
Sesungguhnya sebaik-baik manusia setelah
Baginda Rasul shallallahu 'alaihi wasallamadalah Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali
radhiallahu 'anhum. Aku mencintai dan setia kepada mereka, dan memohonkan ampun
bagi mereka, bagi pengikut perang Jamal dan Shiffin, baik yang membunuh maupun
yang terbunuh, dan bagi segenap Nabi. Kami setia kepada pemimpin negara Islam
(yang berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah) selama mereka mendirikan shalat.
Tidak boleh membangkang serta memberontak mereka dengan senjata. Kekhilafahan
(kepemimpinan) berada di tangan orang Quraisy. Dan sesungguhnya setiap yang
banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun diharamkan. Dan nikah mut'ah adalah
haram.
Aku berwasiat kepadamu dengan taqwa kepada Allah, konsisten
dengan sunnah dan atsar dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dan para
sahabatnya. Tinggalkanlah bid'ah dan hawa nafsu. Bertaqwalah kepada Allah sejauh
yang engkau mampu. Ikutilah shalat Jum'at, jama'ah dan sunnah (Rasul).
Berimanlah dan pelajarilah agama ini. Siapa yang mendatangiku di waktu ajalku
tiba, maka bimbinglah aku membaca "Laailahaillallah wahdahu lasyarikalahu waanna
Muhammadan 'abduhu warasuluh".
Di antara yang diriwayatkan Abu Tsaur dan
Abu Syu'aib tentang wasiat Imam Syafi'i adalah,
"Aku tidak mengkafirkan
seseorang dari ahli tauhid dengan sebuah dosa, sekalipun mengerjakan dosa besar,
aku serahkan mereka kepada Allah Azza Wajalla dan kepada takdir serta
iradah-Nya, baik atau buruknya, dan keduanya adalah makhluk, diciptakan atas
para hamba dari Allah subhanahu wa ta'ala. Siapa yang dikehendaki menjadi kafir,
kafirlah dia, dan siapa yang dikehendakiNya menjadi mukmin, mukminlah dia.
Tetapi Allah subhanahu wa ta'ala tidak ridha dengan keburukan dan kejahatan dan
tidak memerintahkan atau menyukainya. Dia memerintahkan ketaatan, mencintai dan
meridhainya. Orang yang baik dari umat Muhammad masuk Surga bukan karena
kebaikannya (tetapi karena rahmatNya). Dan orang jahat masuk Neraka bukan karena
kejahatannya semata. Dia menciptakan makhluk berdasarkan keinginan dan
kehendakNya, maka segala sesuatu dimudahkan bagi orang yang diperuntukkannya,
sebagaimana yang terdapat dalam hadits. (Riwayat Al-Bukhari, Muslim dan
lainnya).
Aku mengakui hak salaf yang dipilih oleh Allah subhanahu wa
ta'ala untuk menyertai NabiNya, mengambil keutamaannya. Aku menutup mulut dari
apa yang terjadi di antara mereka, pertentangan ataupun peperangan baik besar
maupun kecil. Aku mendahulukan Abu Bakar, kemudian Umar kemudian Utsman kemudian
Ali radhiallahu 'anhum. Mereka adalah Khulafaur Rasyidin. Aku ikat hati dan
lisanku, bahwa Al-Qur'an adalah kalamullah yang diturunkan, bukan makhluk yang
diciptakan. Sedangkan mempermasalahkan lafazh (ucapan seseorang yang melafazhkan
Al-Qur'an apakah makhluk atau bukan) adalah bid'ah, begitu pula sikap tawaqquf
(diam, tidak mau mengatakan Al-Qur'an itu bukan makhluk, juga tidak mau
mengatakan Al-Qur'an itu makhluk") adalah bid'ah. Iman adalah ucapan dan amalan
yang mengalami pasang surut. (Lihat Al-Amru bil Ittiba', As-Suyuthi, hal.
152-154, tahqiq Mustofa Asyur; Ijtima'ul Juyusyil Islamiyah, Ibnul Qayyim, 165).
Kesimpulan wasiat di atas yaitu:
Aqidah Imam Syafi'i
adalah aqidah Ahlus Sunnah wal Jama'ah;
Sumber aqidah Imam Syafi'i
adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Beliau pernah mengucapkan: "Sebuah ucapan
seperti apapun tidak akan pasti (tidak diterima) kecuali dengan (dasar)
Kitabullah atau Sunnah RasulNya. Dan setiap yang berbicara tidak berdasarkan
Al-Kitab dan As-Sunnah, maka ia adalah mengigau (membual, tidak ada artinya).
Waallu a'lam." ( Manaqibusy Syafi'i, 1/470&475);
Manhaj Imam Syafi'i
dalam aqidah menetapkan apa yang ditetapkan oleh Allah dan RasulNya, dan menolak
apa yang ditolak oleh Allah dan RasulNya. Karena itu beliau menetapkan sifat
istiwa' (Allah bersemayam di atas), ru'yatul mukminin lirrabbihim (orang mukmin
melihat Tuhannya) dan lain sebagainya;
Dalam hal sifat-sifat Allah, Imam
Syafi'i mengimani makna zhahirnya lafazh tanpa takwil (meniadakan makna
tersebut) apalagi ta'thil (membelokkan maknanya). Beliau berkata: "Hadits itu
berdasarkan zhahirnya. Dan jika ia mengandung makna lebih dari satu, maka makna
yang lebih mirip dengan zhahirnya itu yang lebih utama." (Al-Mizanul Kubra,
1/60; Ijtima'ul Juyusy, 95).
Imam Syafi'i pernah ditanya tentang
sifat-sifat Allah yang harus diimani, maka beliau menjawab, 'Allah memiliki
nama-nama dan sifat-sifat yang telah dikabarkan oleh kitabNya dan dijelaskan
oleh NabiNya kepada umatnya. Tidak seorang pun boleh menolaknya setelah hujjah
(keterangan) sampai kepadanya karena Al-Qur'an turun dengan membawa nama-nama
dan sifat-sifat itu. Maka barangsiapa yang menolaknya setelah tegaknya hujjah,
ia adalah kafir. Adapun sebelum tegaknya hujjah, ia adalah ma'dzur (diampuni)
karena kebodohannya, sebab hal (nama-nama dan sifat-sifat Allah) itu tidak bisa
diketahui dengan akal dan pemikiran. Allah memberitahukan bahwa Dia memiliki
sifat "Yadaini" (dua tangan), dengan firmanNya: "Tetapi kedua tangan Allah
terbuka" (Al-Maidah: 64). Dia memiliki wajah, dengan firmanNya:
"Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajahNya" (Al-Qashash: 88)."
(Manaqib Asy-Syafi'i, Baihaqi, 1/412-413; Ushul I'tiqad Ahlis Sunnah,
Al-Lalikai, 2/702; Siyar A'lam An-Nubala', 10/79-80; Ijtima' Al-Juyusy
Al-Islamiyah, Ibnul Qayyim, 94).
Kata-kata "As-Sunnah" dalam ucapan dan
wasiat Imam Syafi'i dimaksudkan untuk tiga arti.
Pertama, adalah apa
saja yang diajarkan dan diamalkan oleh Rasulullah, berarti lawan dari bid'ah.
Kedua, adalah aqidah shahihah yang disebut juga tauhid (lawan dari kalam
atau ra'yu). Berarti ilmu tauhid adalah bukan ilmu kalam begitu pula sebaliknya.
Imam Syafi'i berkata: "Siapa yang mendalami ilmu kalam, maka seakan-akan
ia telah menyelam ke dalam samudera ketika ombaknya sedang menggunung".
(Al-Mizanul Kubra, Asy-Sya'rani, 1/60).
Ketiga, As-Sunnah dimaksudkan
sebagai sinonim dari hadits yaitu apa yang datang dari Rasulullah selain
Al-Qur'an.
Ahlus Sunnah disebut juga oleh Imam Syafi'i dengan sebutan
Ahlul Hadits. Karena itu beliau juga berwasiat: "Ikutilah Ahlul Hadits, karena
mereka adalah manusia yang paling banyak benarnya." (Al-Adab Asy-Syar'iyah, Ibnu
Muflih, 1/231). "Ahli Hadits di setiap zaman adalah bagaikan sahabat Nabi."
(Al-Mizanul Kubra, 1/60)
Di antara Ahlul Hadits yang diperintahkan oleh
Imam Syafi'i untuk diikuti adalah Imam Ahmad bin Hanbal, murid Imam Syafi'i
sendiri yang menurut Imam Nawawi : "Imam Ahmad adalah imamnya Ashhabul Hadits,
imam Ahli Hadits." (Al-Majmu', 1/10).
Search This Blog
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Unggulan
Ungkapan untuk Istri
Terimakasih Istriku... Tak terasa, Sudah seperempat abad lebih usia ini terlewati.. Sudah pula terlewati berbagai warna-warni kehidupan...
Populer
-
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan ant...
-
Bacaan Surat Adh-Dhuha lengkap dengan terjemahan dan Latinnya Audzubillahi minasyaitan nirrajim Bismillahirrahmanirrahiim
-
Surat Alam Nasyrah: 8 Ayat بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ ﴿١﴾ وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ ﴿٢﴾ ال...
No comments:
Post a Comment
1. Berkomentarlah dengan sopan.
2. Silahkan membuka Lapak tetapi tidak dengan menyertakakn Link Hidup, jika di temukan link HIDUP maka otomatis akan terhapus.
3. Komentar yang berbau sara / pornografi akan saya hapus.
4. Mari budayakan Komentar dengan menggunakan Bahasa Ibu.