Membincang masalah pemuda dan pernikahan di era metropolitan, hampir bisa
dipastikan kita akan memasuki dua kutub bahasan antagonis. Kenapa demikian?
Sebab biasanya pemuda selalu diidentikkan dengan potensi muda yang sangat
dinamis. Yang gelora semangat mereka - khususnya dalam hasrat seksual - amat
menggebu-gebu.
Membiarkan potensi seksual yang menggebu-gebu dalam waktu
lama, sudah barang tentu sangat berbahaya. Karena itu anjuran Islam agar para
pemuda jangan terlalu lama hidup melajang, merupakan alasan sangat logis. Dengan
kata lain, mempercepat pernikahan bagi para pemuda yang telah sanggup menikah,
sangat dianjurkan Islam. Nabi SAW dalam salah satu wasiatnya berpesan; "Wahai
para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah sanggup menanggung beban
pernikahan, menikahlah. Jika belum sanggup berpuasalah. Karena dengan berpuasa
itu dia akan mendapat perlindungan (dari perbuatan dosa)."
Selain itu
ada kaidah masyhur yang dikenal dalam wacana Islam, intinya berpesan, kita
dilarang melakukan sesuatu dengan cara tergesa-gesa. Karena tergesa-gesa adalah
perbuatan setan. Namun ada beberapa hal yang justru diperintahkan Islam harus
digesa pelaksanaannya, antara lain; membayar hutang, mengubur jenazah, dan
menikah.
Sepatutnya memang, pernikahan harus dipercepat, dipermudah dan
tentu seyogyanya tidak dikesankan menjadi beban berat bagi para calon yang akan
melaksanakannya. Karena dampak negatif terlalu lamanya hidup membujang, sudah
amat sering kita baca dan lihat di media-media massa, atau bahkan kita pernah
langsung menyaksikannya. Apalagi di zaman kebebasan media-media massa menjajakan
aurat wanita pada para khalayak.
Tapi antara idealita dan realita,
kenyataannya hampir selalu tidak berbanding lurus. Fakta yang ada di masyarakat
kita, pernikahan terkesan menjadi barang mewah. Banyak syarat dan tuntutannya.
Bahkan, entah lucu atau mengenaskan, ada kasus seorang pemuda yang berprofesi
sebagai guru TPA dan sangat ingin menikah. Tapi hasratnya terbentur oleh
keinginan orangtuanya. Orangtua si pemuda melarang anaknya menikah, sebelum
anaknya mempunyai rumah dan kendaraan.
Pasaran tarif pernikahan di
masyarakat kita saat ini, harus diakui memang masih tinggi. Sebuah keluarga yang
memiliki anak-gadis berwajah "8" (maksudnya diberi nilai 8 dalam soal
wajah--pen), plus berpendidikan lumayan, pasti tak sudi disunting seorang pria
yang tak memiliki materi yang bisa dibanggakan (seperti rumah, kendaraan,
pangkat, jabatan, dan sebagainya).
Jika patokannya sudah materi, maka
biaya pernikahan jangan ditanya. Angka 10 juta rupiah, mungkin bukan apa-apa.
Karena bisa jadi budget pernikahan untuk ukuran metropolitan seperti Jakarta,
bisa mencapai angka ratusan juta rupiah. Wajar saja bila hotel-hotel dan
balai-balai pertemuan yang pasang tarif tinggi untuk sewa acara resepsi
pernikahan, tak pernah sepi dipakai orang. Betapapun Indonesia saat ini,
diisukan sedang dilanda krisis ekonomi parah.
Jika para pemuda dan
pemudi saat ini lebih banyak memilih hidup melajang sambil berpacaran lebih
lama, mungkin salah satu dampak dari paradigma pernikahan ala metropolis itu.
Karena itu ada baiknya kita berupaya mengembalikan masalah yang satu ini secara
proporsional, yakni kembali pada tuntunan Islam.
Rasulullah SAW dalam
salah hadits beliau berpesan; "Wanita yang paling agung barokahnya, adalah
wanita yang paling ringan maharnya." (HR Ahmad, Al-Hakim, Al-Baihaqi, dengan
sanad sahih).
Dalam hadist lainnya, Rasulullah SAW bersabda; "Seorang
wanita yang penuh barokah dan mendapat anugerah Allah 'Azza wa Jalla, adalah
yang maharnya murah, mudah menikahinya, dan akhlaqnya baik. Namun sebaliknya,
wanita yang celaka adalah yang mahal maharnya, sulit menikahinya, dan buruk
perangainya."
Pesan Nabi SAW di atas, secara tegas mengarahkan para
orangtua untuk tidak mempersulit proses pernikahan putra-putrinya. Islam bahkan
mengarahkan para keluarga yang memiliki anak wanita, jika dilamar seorang pria
sholeh, hendaklah segera diterima. Karena menolak lamaran pria sholeh,
dikhawatirkan akan menimbulkan fitnah di masyarakat.
Fitnah di sini
tentunya bisa bermacam-macam, bisa jadi akan muncul tatanan keluarga yang rapuh,
yang berdampak pada perceraian, perselingkuhan, anak-anak broken-home, kenakalan
remaja, dan sebagainya. Semua ini sangat dimungkinkan terjadi, lantaran
masyarakat kian meremehkan nilai-nilai taqwa sebagai barometer proses
pernikahan.
Sebaliknya pada kalangan pria, Islam juga mengarahkan agar
mereka memilih wanita sholihat jika dihadapkan pada beberapa opsi dalam memilih
calon pasangan hidup. Sabda Nabi SAW; "Wanita itu dinikahi karena empat hal;
karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan karena agamanya. Maka pilihlah
wanita yang baik agamanya, niscaya engkau akan mendapat keberuntungan."
Singkatnya, murahkan mahar, murahkan juga beban biaya untuk walimah
(resepsi) atas mempelai laki-laki. Mudahkan nikah. Semoga kita memperoleh
syafa'at Rasulullah SAW lantaran kita memurahkan mahar dan memudahkan pernikahan
anak-anak kita.
"Jangan mempermahal nilai maskawin. Sesungguhnya kalau
laki-laki itu mulia di dunia dan taqwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri
yang akan menjadi wali pernikahannya." (HR Ash-habus Sunan).
Search This Blog
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Unggulan
Ungkapan untuk Istri
Terimakasih Istriku... Tak terasa, Sudah seperempat abad lebih usia ini terlewati.. Sudah pula terlewati berbagai warna-warni kehidupan...
Populer
-
Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan ant...
-
Bacaan Surat Adh-Dhuha lengkap dengan terjemahan dan Latinnya Audzubillahi minasyaitan nirrajim Bismillahirrahmanirrahiim
-
Surat Alam Nasyrah: 8 Ayat بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ أَلَمْ نَشْرَحْ لَكَ صَدْرَكَ ﴿١﴾ وَوَضَعْنَا عَنكَ وِزْرَكَ ﴿٢﴾ ال...
nice share gan bagus infonya
ReplyDeletesouvenir pernikahan murah
nice share gan, keren artikelnya thanks
ReplyDeleteSouvenir Pernikahan Unik